Begini Cerita Mualaf Asal Skotlandia yang Islamkan Semua Keluarga dan 30 Temannya

 


 Aisha Bhutta, yang juga dikenal sebagai Debbie Rogers berasal dari Cowcaddens, Glasgow Skotlandia memutuskan memeluk Islam di usia 16 tahun. Namun lebih dari itu, setelah jadi mualaf, ia juga mengislamkan orang tuanya, saudaranya dan 30 teman dan tetangganya.

Dilansir dari Islam Web, Ahad (12/4/2020), dulu keluarganya adalah penganut Kristen yang keras di mana mereka secara teratur menghadiri pertemuan Salvation Army.

Ketika semua remaja lainnya di Inggris mencium poster George Michael untuk mengucapkan selamat malam, Debbie Rogers alias Aisha punya foto Yesus di dinding kamarnya. 

Namun ia menemukan bahwa Kekristenan tidak cukup, ada terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab dan dia merasa tidak puas dengan kekurangan struktur disiplin untuk keyakinannya itu. "Masih ada yang membuat saya ragu untuk mematuhi daripada hanya melakukan doa ketika saya merasa seperti itu," tuturnya.

Aisha pertama kali melihat calon suaminya, Muhammad Bhutta, ketika dia masih berusia 10 tahun dan merupakan pelanggan tetap di toko, yang dijalankan oleh keluarganya. Dia sering melihat pria itu secara sembunyi-sembunyi, sewaktu melakukan shalat. "Ada kepuasan dan kedamaian dalam apa yang dia lakukan. Dia bilang dia seorang Muslim. Saya berkata: Apa itu seorang Muslim?," ucapnya.


Kemudian dengan bantuan Mohammad Bhutta ia mulai mencari lebih dalam tentang Islam. Pada usia 17 tahun, ia telah membaca seluruh Alquran dalam bahasa Arab. "Semua yang saya baca. Semuanya bisa diterima," katanya. 

Dia membuat keputusan untuk masuk Islam pada usia 16 tahun. "Ketika saya mengucapkan kalimat syahadat, rasanya seperti beban besar saya telah terlempar. Saya merasa seperti bayi yang baru lahir," ungkapnya.

Keputusannya masuk Islam tidak serta merta membuat orang tua Muhammad Bhutta setuju keduanya menikah. Orang tua Muhammad bahkan menentang rencana pernikahan. Mereka melihat Aisha sebagai seorang wanita Barat yang akan membawa putra sulung mereka dalam kesesatan dan memberikan dampak buruk bagi keluarga. Ayah Muhammad percaya bahwa dirinya sebagai "musuh terbesar."

Namun demikian, pasangan ini tetap menikah di masjid setempat. Aisha memakai baju yang dijahit oleh ibu Muhammad dan saudaranya yang menyelinap ke upacara perkawinan melawan keinginan ayahnya yang menolak untuk hadir.

Nenek Muhammad-lah yang membuka jalan bagi sebuah ikatan pernikahannya. Neneknya tiba dari Pakistan di mana perkawinan ras campuran bahkan sangat tabu, dan bersikeras untuk bertemu Aisha. Dia begitu terkesan oleh fakta bahwa Aisha telah belajar Alquran dan bahasa Punjabi dan dia yakin, perlahan-lahan, Aisha akan menjadi salah satu anggota keluarga.

Orang tua Aisha, Michael dan Marjory Rogers, meskipun tidak menghadiri pernikahan itu, lebih peduli dengan pakaian putri mereka yang sekarang dipakainya (tradisional shalwaar kameez) dan apa yang tetangga mereka pikirkan.

Enam tahun kemudian, Aisha memulai misi untuk mengislamkan mereka dan seluruh keluarganya, serta adiknya. "Suami saya dan saya mendakwahkan Islam kepada ibu dan ayah saya, memberitahu mereka tentang Islam dan mereka melihat perubahan dalam diri saya sejak memeluk Islam.

Ibunya segera mengikuti jejaknya. Marjory Rogers mengubah namanya menjadi Sumayyah dan menjadi seorang muslimah yang taat. Dia memakai jilbab dan melakukan salat tepat pada waktunya dan tidak ada yang penting baginya, kecuali hubungan dengan Allah.

Ayah Aisha terbukti lebih sulit untuk diajak masuk Islam, sehingga ia meminta bantuan ibunya yang baru saja masuk Islam.

"Ibu saya dan saya kemudian berbicara kepada ayah saya tentang Islam dan kami duduk di sofa di dapur pada satu hari dan ayahnya berkata: "Apa kata-kata yang Anda katakan ketika Anda menjadi seorang muslim? Saya dan ibu saya hanya terkejut," ucapnya.

Tiga tahun kemudian, saudara Aisha mengucapkan syahadat melalui telepon, lalu istri dan anak-anaknya menyusul, diikuti oleh putra kakaknya.

Tidak berhenti sampai di situ, setelah keluarganya telah masuk Islam, Aisha mengalihkan perhatiannya untuk warga Cowcaddens. Setiap Senin selama 13 tahun terakhir, Aisha mengadakan kelas pelajaran Islam untuk wanita Skotlandia. Ia telah membantu lebih dari 30 orang masuk Islam. 

Trudy, seorang dosen di Universitas Glasgow dan mantan Katolik, menghadiri kelas Aisha justru awalnya secara murni karena ia ditugaskan untuk melakukan penelitian. Tapi setelah enam bulan mengikuti kelas pelajaran Islam yang Aisha, dia pun memutuskan untuk masuk Islam.


"Saya bisa jujur mengatakan saya tidak pernah menyesal. Setiap pernikahan memiliki pasang surut dan kadang-kadang Anda perlu sesuatu untuk menarik Anda keluar dari kesulitan apapun. Tapi Nabi Muhammad berkata: "Setiap kesulitan ada kemudahan." Jadi, ketika Anda akan melalui tahapan yang sulit, Anda bekerja untuk itu kemudahan akan datang," tutur Aisha.

Ia merasa suaminya, Muhammad, lebih romantis setelah pernikahan. "Saya merasa kami sudah saling kenal selama berabad-abad dan seakan-akan tak pernah menjadi bagian dari yang lain. Dalam Islam, Anda tidak hanya menjadi pasangan seumur hidup, tapi bisa menjadi pasangan di surga juga, selama-lamanya. Ini sesuatu hal yang indah, anda tahu itu," katanya. (Mr/islamweb)

Artikel Terkait

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel